Kunci Kesuksesan Timnas U-19
Ketika di waktu normal dan perpanjangan waktu timnas gagal mencetak gol sekaligus mampu menjaga gawangnya dengan baik, mau tidak mau pertandingan harus ditentukan dengan adu tendangan penalti. Beban besar langsung menimpa pundak setiap pemain. Bayang-bayang kegagalan seperti timnas U-23 di SEA Games 2011 mulai menggelayut di benak setiap pecinta sepak bola di tanah air.
Faktor Mental Pemain
Adu penalti bak permainan yang sangat mengandalkan keberuntungan. Tidak ada yang bisa menjamin pemain bintang akan mudah menuntaskan tugasnya. Pemain bintang yang dipuja bak pahlawan bisa menjadi pecundang jika gagal menyelesaikan tanggung jawab menuntaskan tendangan penalti. Apalagi kalau akibat kegagalannya timnya kalah.
Andriy Shevchenko pernah gagal di final Liga Champions 2005 saat menghadapi Liverpool. Padahal biasanya dia tajam di depan gawang dan terbiasa mengambil tendangan penalti. Akibat kegagalannya dia dihujat oleh fans AC Milan sebagai biang kegagalan Milan menjuarai Liga Champions.
David Beckham yang dikenal sebagai maestro tendangan bebas pernah pula gagal di adu penalti saat menghadapi Portugal di Piala Eropa 2004. Beckham yang biasanya lihai mengatur bola kala itu sedikit terpeleset hingga membuat bola hasil tendangannya melayang jauh ke angkasa.
Atau salah satu momen penalti yang sulit dilupakan adalah kala John Terry terpeleset di Moscow tahun 2008. Jika Terry bisa mencetak gol, Chelsea bisa jadi juara. Sayang Terry gagal dan adu penalti berlanjut hingga Manchester United keluar sebagai juara Liga Champions 2008.
Di pertandingan final Piala AFF U-19, Evan Dimas menapaktilas apa yang yang menimpa Cristiano Ronaldo di final Liga Champions 2008. Sepanjang turnamen menjadi bintang tim tetapi lantas gagal menuntaskan tendangan penalti.
Evan seperti halnya pemain lain nampak sekali punya beban besar saat harus mengambil tendangan penalti. Evan yang pernah mencetak gol ke gawang Thailand melalui tendangan penalti harus menerima kenyataan dia gagal menjalankan tugas. Kegagalan yang bisa membawa Indonesia kepada kehancuran. Evan yang dipuja sebagai pemain paling penting di timnya bisa saja berubah drastis menjadi pecundang.
Tetapi, Tuhan kali ini sangat baik pada Evan dan timnas. Penendang Vietnam juga mengalami kegagalan hingga lima penendang belum ditemukan pemenangnya. Dalam lanjutan adu tendangan penalti, Ilham Udin Armayn berhasil menjadi penentu kemenangan. Evan pun nampak lega, begitu pula dengan seluruh anggota tim dan suporter Indonesia, baik yang hadir langsung maupun menonton siaran langsung.
Dalam adu penalti memang mental menjadi kunci penting. Penulis sempat ragu dan ingat memori tahun 2011. Pemain nampak terbebani dengan target juara dan tugas mengambil tendangan penalti. Ini terlihat betul di wajah mereka. Saat eksekusi berhasil, pemain langsung melakukan sujud syukur dan lega sekali telah melepaskan beban besarnya.
Ketika akhirnya keluar sebagai juara, faktor mental yang berperan besar. Secara kualitas teknik kita tidak lebih baik daripada Vietnam. Kita bahkan kalah 1-2 di babak penyisihan. Namun, pemain bangkit dan sudah melupakan hasil yang lalu. Pemain bermain bagus sepanjang pertandingan meski gagal melesakkan satu golpun.
Saat adu tendangan penalti, strategi Indra Sjafri layak untuk diapresiasi. Dia menentukan lima penendang pertama dan jika diperlukan tambahan penendang penalti, dia mempersilakan pemain untuk menentukan sendiri. Dia ingin pemain yang siap secara mental yang maju sebagai algojo dan dia enggan memberi beban berlebihan kepada pemainnya.
Strategi yang cukup jitu. Pemain menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka menghadapi tekanan secara bersama-sama. Tidak mudah tentunya bagi mereka, tetapi kebersamaan mereka selama beberapa bulan terakhir ini memperlihatkan bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah besar bersama.
Ilham Udin mengakui dia mungkin penyerang yang baik tetapi untuk urusan menendang penalti dia bukan ahlinya. Wajar jika dia tidak dipilih sebagai lima penendang pertama. Tetapi, dia maju untuk menjadi penendang penentu. Penampilan konsisten selama 120 menit tanpa kenal lelah dia tuntaskan dengan lesatan gol ke gawang Vietnam yang memastikan gelar juara untuk Indonesia.
Keberhasilan membangun mental bertandingan tim yang banyak dihuni pemain berusia 18 tahun tidak lepas dari pengembangan mental pemain yang dilakukan oleh tim pelatih. Indra Sjafri dibantu psikolog UGM yang merupakan mental coach untuk pengembangan mental pemain. Ini dilakukan sejak penjaringan pemain, seperti dengan melakukan psikotes. Oleh karenanya tim ini dihuni oleh pemain yang secara mental kuat, tidak cepat menyerah dan mampu menghadapi tekanan.
Ketahanan Fisik
Tidak hanya mental, ketahanan fisik juga jadi kunci penting. Jika fisik pemain sudah terkuras maka sudah biasa pemain akan bertindak ceroboh dengan melakukan pelanggaran tidak perlu. Hal seperti ini umum kita jumpai di liga Indonesia.
Namun, ini tidak terjadi di timnas U-19. Bermain sepanjang 120 menit jelas bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan stamina yang luar biasa untuk konsisten bermain selama dua jam dan masih harus menyiapkan fisik serta mental untuk adu tendangan penalti.
Anak asuh Indra Sjafri ini memang punya fisik mumpuni sehingga tidak masalah timnya harus bermain lama. Ini tidak lepas dari kebijakan tim pelatih yang menerapkan standar tinggi untuk fisik pemain. Setiap pemain diharuskan memiliki VO2Max atau daya tahun di atas rata-rata 55, bahkan ada beberapa pemain yang mencapai 61 dan 62. Jadi jangan heran jika Ilham Udin masih kuat berlari di babak kedua perpanjangan waktu karena fisiknya memang benar-benar prima.
Standar seperti ini dilengkapi dengan sistem pemulihan stamina dan kondisi tubuh pemain setiap habis bertanding dan latihan. Dengan kreoterapi (terapi suhu), luka yang diperoleh pemain saat pertandingan atau latihan bisa lekas sembuh. Ini juga untuk menghindarkan pemain dari cedera.
Dengan kombinasi kualitas teknik, fisik, dan mental yang diatur sedemikian rupa, tim ini rasanya cukup lengkap dan pantas menyandang gelar juara. Tim ini dikelola selayaknya timnas dikelola. Setiap aspek dikerjakan dan dengan proses yang panjang. Tim menjadi kompak, sehat dan punya mental kuat. Jadi, wajar jika tim ini menjadi juara. Semoga Indra Sjafri terus mempertahankan sistem yang sudah baik dan memperbaiki kekurangannya. Semoga cara-cara yang bagus ini diduplikasi di timnas kelompok umur lainnya, bahkan juga layak untuk ditiru oleh timnas U-23 dan timnas senior.
Ditulis oleh: Sirajudin Hasbi
Sumber : Yahoo
Category: Olahraga
0 komentar